Hubungan dua tetangga Asia, Armenia dan Azerbaijan, makin panas setelah keduanya saling tuduh melepaskan tembakan di sekitar wilayah Nagorno-Karabakh yang diperebutkan dalam bentrokan yang menewaskan total tujuh tentara.
Kedua negara yang dulunya bagian dari Uni Soviet itu telah berperang berulang kali selama 35 tahun terakhir untuk menguasai Nagorno-Karabakh, yang secara internasional diakui sebagai bagian dari Azerbaijan tetapi merupakan rumah bagi sebagian besar penduduk etnis Armenia.
Kementerian Pertahanan Azerbaijan mengatakan tiga tentara tewas dalam bentrokan di dekat Koridor Lachin yang diperebutkan, jalan utama menuju Nagorno-Karabakh dari Armenia yang melintasi wilayah Azeri. Kementerian pertahanan Armenia mengatakan empat tentaranya tewas dan enam lainnya luka-luka.
Yerevan sebelumnya menuduh Azerbaijan menembaki pasukan Armenia yang melakukan pekerjaan teknik di dekat desa Tegh di provinsi Syunik selatan Armenia. Dikatakan pasukannya telah mengambil “tindakan balasan”, tanpa memberikan rincian.
Tegh adalah desa terakhir di Koridor Lachin di Armenia sebelum memasuki wilayah Azeri.
Baku mengatakan pasukannya mendapat “tembakan hebat” dari pasukan Armenia yang ditempatkan di provinsi Syunik.
Sementara itu, Rusia mengirim ribuan kontingen penjaga perdamaian ke wilayah tersebut pada 2020 sebagai bagian dari kesepakatan untuk mengakhiri pertempuran berminggu-minggu yang menewaskan ribuan orang dan membuat Azerbaijan memperoleh keuntungan teritorial yang signifikan.
Moskow adalah sekutu Armenia melalui pakta pertahanan diri bersama (CSTO), tetapi juga mengupayakan hubungan baik dengan Baku. Kebuntuan terbaru telah dilihat sebagai ujian utama pengaruh Moskow yang sedang berlangsung di wilayah tersebut saat mengobarkan perangnya sendiri di Ukraina.
Ketegangan terbaru adalah penguasaan Koridor Lachin, satu-satunya rute jalan yang menghubungkan Armenia ke Nagorno-Karabakh.
Warga Azerbaijan yang mengaku sebagai pengunjuk rasa lingkungan telah memblokir rute tersebut sejak akhir tahun lalu, yang mengakibatkan apa yang disebut Armenia sebagai krisis kemanusiaan.
Baku membantah klaim tersebut, dengan mengatakan pasokan penting dapat masuk ke wilayah tersebut dan telah membela para pengunjuk rasa sebagai pengunjuk rasa melawan masalah lingkungan yang sah. Yerevan menyebut mereka agitator yang didukung pemerintah.