Nasib Soeharto Berubah Saat 14 Menteri Ekonomi Mundur Berjamaah

Nasib Soeharto Berubah Saat 14 Menteri Ekonomi Mundur Berjamaah

Presiden Indonesia kedua Suharto. (File Foto - Maya Vidon/Getty Images)

Rabu pagi, 20 Mei 1998, Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Industri (Menko Ekuin) Ginandjar Kartasasmita, didatangi oleh sejumlah menteri, jurnalis, dan pebisnis di kediamannya.

Sejumlah menteri seperti Akbar Tanjung, Kuntoro, dan Hendropriyono bersama tokoh bisnis seperti Arifin Panigoro dan Zainal Arifin. Serta, jurnalis seperti Uni Lubis dan suaminya, Iwan Qodar, datang ke rumah saya,” tutur Ginadjar dalam Managing Indonesia’s Transformation (2013).

Kedatangan mereka adalah untuk membicarakan situasi ekonomi dan politik yang terus memburuk. Pertemuan dengan tokoh-tokoh ini membuat Ginandjar mengambil keputusan penting di akhir masa kekuasaannya: mengajak seluruh menteri https://38.180.14.226/ ekonomi di bawah naungannya rapat mendadak di Gedung Bappenas, Jakarta.

Dari seluruh menteri ekonomi, hanya tiga menteri yang tidak hadir. Mereka adalah Menteri Lingkungan Hidup Juwono Sudarsono, Menteri Industri dan Perdagangan Bob Hasan, dan Menteri Keuangan Fuad Bawazier. Untuk menggantikan Fuad, Ginandjar mengundang Gubernur Bank Indonesia, Syahril Sabirin.

Selanjutnya, setiap menteri mengungkapkan situasi di sektornya. Bank Indonesia menyebut situasi perbankan sangat kacau.

“Gubernur Bank Indonesia lapor kalau bank sentral sudah tutup dua hari. Kalau terus berlanjut, ekonomi bisa kolaps,” ujarnya.

Setelahnya, menteri-menteri lain juga mengungkap hal serupa: situasi makin kacau, kalau dibiarkan Indonesia bisa kolaps. Atas dasar inilah, Ginandjar membawa diskusi makin ke arah serius dan keluarlah pernyataan mengejutkan.

Ginandjar menyampaikan ingin mengundurkan diri dari jabatan menteri di Kabinet Pembangunan VII yang baru dibentuk Soeharto empat hari sebelumnya, tepat pada 16 Maret 1998. Sebab, baginya, pembentukan kabinet baru bukan solusi mengatasi krisis.

Tak disangka, niat Ginandjar itu juga disambut serupa oleh para menteri lain. Alhasil, 14 menteri yang hadir sepakat untuk menarik diri dari Kabinet Pembangunan VII. Mereka adalah:

  1. Akbar Tandjung (Menteri Negara Perumahan Rakyat)
  2. A.M Hendropriyono (Menteri Transmigrasi & Permukiman Perambah Hutan)
  3. Giri Suseno Hadihardjono (Menteri Perhubungan)
  4. Haryanto Dhanutirto (Menteri Negara Pangan & Holtikultura)
  5. Ginandjar Kartasasmita (Menko Ekuin)
  6. Kuntoro Mangkusubroto (Menteri Pertambangan & Energi)
  7. Justika Baharsjah (Menteri Pertanian)
  8. Rachmadil Bambang Sumadhijo (Menteri Pekerjaan Umum)
  9. Rahardi Ramelan (Menteri Penyelidikan & Teknologi)
  10. Subiakto Tjarawerdaya (Menteri Koperasi & Pengusaha Kecil)
  11. Sanyoto Sastrowardoyo (Menteri Negara Investasi/Kepala BKPM)
  12. Sumahadi (Menteri Kehutanan & Perkebunan)
  13. Theo L. Sambuaga (Menteri Tenaga Kerja)
  14. Tanri Abeng (Menteri Negara Pendayagunaan BUMN)
  15. Ginandjar lantas segera menulis surat pengunduran diri dan mengirimkannya ke Soeharto lewat ajudan. Dia tak peduli apakah surat itu diterima atau tidak. Yang penting, dia dan menteri ekonomi lain bakal mundur.

    “Jika presiden tetap ngotot membentuk kabinet baru, kami memutuskan mundur saja,” katanya.

    Saat menerima surat pengunduran diri itu harian Kompas (27 Mei 1998) menyebut, Soeharto sangat kaget dan terpukul karena merasa telah ditinggalkan.

    “Soeharto benar-benar tidak menduga akan menerima surat seperti itu. Persoalannya, sehari sebelum surat itu tiba, ia masih berbicara dengan Ginandjar untuk menyusun Kabinet Reformasi,” tulis Kompas.

    Adik Soeharto, Probosutedjo, bahkan menyebut Soeharto terlihat gugup dan bimbang di malam hari usai menerima surat tersebut. Berbagai upaya untuk mempertahankan 14 menteri ekonomi untuk tidak mundur juga dilakukan oleh Wakil Presiden B.J Habibie.

    Dalam Detik-detik yang Menentukan (2006), Habibie bercerita sempat meminta para menteri tidak mengundurkan diri. Alasannya karena mereka bakal diikutsertakan dalam Kabinet Reformasi yang keesokan hari, 21 Mei 1998, diumumkan. Namun, mereka tetap bergeming.

    Alhasil, Soeharto berada di posisi terkunci. Dia tidak bisa melangkah maju karena tidak lagi dipercaya para menteri dan juga pimpinan MPR. Alhasil, dia memutuskan untuk mengundurkan diri keesokan harinya.

    “Saya memutuskan untuk menyatakan berhenti dari jabatan saya sebagai Presiden Republik Indonesia, terhitung sejak saya bacakan pernyataan ini pada hari ini, Kamis 21 Mei 1998,” kata Soeharto dalam pidato terakhir setelah 32 tahun berkuasa.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*