Ada Kabar Buruk dari IMF, Investor Bakal Mumet!

ihsg

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan nilai tukar rupiah kompak menguat pada Selasa (11/4/2023) di tengah investor menunggu data ekonomi AS.

Setelah sempat dibuka di zona merah, IHSG pada sesi II perdagangan Selasa ditutup naik signifikan 0,59% menjadi 6.811,31 secara harian.

Sebanyak 300 saham menguat, 221 saham melemah, sementara 200 lainnya mendatar. Perdagangan menunjukkan nilai transaksi mencapai sekitar Rp7,45 triliun dengan melibatkan19,3miliar saham yang berpindah tangan sebanyak 1,3 juta kali.

Dalam lima hari perdagangan IHSG terkoreksi 0,23%. Sementara itu, secara year to date (ytd) indeks masih membukukan pelemahan sebesar 0,57%.

Berdasarkan data dari Bursa Efek Indonesia (BEI) via Refinitiv hampir seluruh sektor menguat dengan sektor utilitas memimpin kenaikan hampir 5%. Hanya sektor konsumen non-primer yang terpantau melemah 0,45%

PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) pada Selasa berhasil rebound dan menjadi saham dengan kontribusi terbesar bagi IHSG. GOTO sempat kembali ambles hingga lebih dari 3%. Namun pada penutupan sesi II rebound 5,32%.

Dalam beberapa hari terakhir, volatilitas saham GOTO memang cenderung tinggi.

Hal ini terjadi setelah beberapa perusahaan konglomerat melepas saham GOTO dan kinerja keuangannya yang kurang menggembirakan.

Investor cenderung wait and see atas data tenaga kerja AS yang menunjukkan angka positif, yang meningkatkan ekspektasi investor bahwa The Fed akan mengerek suku bunga pada rapat Mei mendatang.

Sedangkan, nilai tukar rupiah sempat melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) di awal perdagangan Selasa (11/4/2023). Namun, perlahan Mata Uang Garuda berbalik menguat hingga menyentuh Rp 14.865/US$.

Level tersebut merupakan yang terkuat sejak 2 Februari, saat itu rupiah menyentuh Rp 14.830/US$ yang menjadi rekor terkuat 2023.

Pada penutupan perdagangan kemarin, rupiah berakhir di Rp 14.881/US$, menguat 0,12% di pasarspot, melansir data Refinitiv.

Bank Indonesia (BI) pada Senin melaporkan melaporkan cadangan devisa per akhir Maret 2023 adalah sebesar US$ 145,2 miliar, naik US$ 4,9 miliar dari Februari.

Setelah mengalami tren penurunan yang panjang, cadangan devisa akhirnya mampu naik lima bulan beruntun. Selama periode tersebut, Cadev sudah melesat US$ 15 miliar, dan mendekati rekor tertinggi sepanjang masa US$ 146,9 miliar yang dicapai pada September 2021.

Posisi cadangan devisa saat ini berada di level tertinggi sejak Desember 2021.

Meski demikian, data tersebut belum memberikan dampak yang besar, sebab kenaikannya terjadi karena penarikan pinjaman pemerintah.

“Peningkatan posisi cadangan devisa pada Maret 2023 antara lain dipengaruhi oleh penerimaan pajak dan penarikan pinjaman luar negeri pemerintah,” tulis BI dalam keterangan resminya, Senin (10/4/2023).

Sementara untuk operasi moneter Term Deposit Valuta Asing Devisa Hasil Ekspor (TD Valas DHE) yang dikeluarkan BI sejak 1 Maret lalu masih belum memberikan dampak yang signifikan terhadap cadangan devisa. Tetapi setidaknya dengan cadangan devisa yang meningkat, BI punya lebih banyak amunisi untuk melakukan intervensi, sehingga stabilitas rupiah bisa lebih terjaga.

Pelaku pasar saat ini menanti rilis data inflasi berdasarkanconsumer price index (CPI) Amerika Serikat yang bisa menentukan kebijakan moneter The Fed.

Data tersebut akan dirilis pada Rabu malam waktu Indonesia, berdasarkan survei Reuters CPI diprediksi tumbuh 5,2% year-on-year (yoy) pada Maret, turun dari bulan sebelumnya 6% (yoy). Namun, yang menjadi masalah, CPI inti diprediksi tumbuh 5,6% (yoy) lebih tinggi dari sebelumnya 5,5% (yoy).

CPI inti tidak memasukkan sektor energi dan makanan dalam perhitungan, artinya inflasi di sektor yang tidak volatil sulit turun. Dengan demikian, ada risiko The Fed akan kembali agresif menaikkan suku bunganya, apalagi pasar tenaga kerja masih kuat dan inflasi berdasarkan personal consumption expenditure (PCE) juga sulit turun.

Namun di sisi lain, setelah kolapsnya Silicon Valley Bank (SVB) kesehatan perekonomian AS mulai diragukan. Sehingga pasar menjadi sulit memprediksi ke mana arah kebijakan The Fed nantinya.

Tiga indeks saham utama AS, Wall Street, bergerak variatif perdagangan Selasa (11/4) 13:30 waktu setempat. Ini seiring investor menantikan data inflasi AS yang bisa menentukan langkah kebijakan moneter The Fed selanjutnya.

Dow Jones Industrial Average (DJIA) naik 0,23 poin, S&P 500 terapresiasi 1,18 poin, atau 0,03%. Sedangkan Nasdaq Composite turun 4,11 poin, atau 0,03%.

Saham CarMax melonjak 5% setelah perusahaan mobil bekas itu mengalahkan ekspektasi laba pada kuartal terakhir, meskipun meleset dari perkiraan pendapatan.

Sementara itu, saham Moderna turun lebih dari 3% setelah perusahaan biotech tersebut mengatakan akan menunda vaksin flunya.

Saat ini, investor mengantisipasi rilis indeks harga konsumen (IHK) konsumen AS per Maret, yang akan dirilis Rabu, dan indeks harga produsen, Kamis.

Kedua metrik inflasi tersebut dapat memberikan kejelasan lebih lanjut tentang bagaimana The Fed dapat melanjutkan kebijakan kenaikan suku bunga.

“Pasar mengatakan bahwa pengetatan [kebijakan] puncak sudah berlalu, dan sekarang data harus mengonfirmasi bahwa itulah arah yang kita tuju. Dan itu tidak dapat ditentukan sampai kita mendapatkan poin data tersebut mulai masuk secara real time. Tapi saya pikir itulah yang ditunggu pasar,” kata Keith Buchanan, Manajer Portofolio Senior di Global Investments, dikutip CNBC International.

Selanjutnya, Wall Street mulai memasuki  musim rilis laporan keuangan kuartal I, dengan beberapa bank besar AS dijadwalkan untuk merilis laporan laba mereka untuk pertama kalinya sejak serangkaian krisis bank pada Maret lalu.

JPMorgan Chase, Wells Fargo dan Citigroup menjadi nama-nama yang akan melaporkan kinerja keuangan pada Jumat pekan ini.

“Saya pikir musim laporan laba ini akan menarik, terutama dengan institusi keuangan besar dan bagaimana mereka melihat ancaman saat ini, mengingat [tidak hanya] kegagalan yang kita alami bulan lalu, tetapi juga standar pinjaman bank yang lebih diperketat sebelumnya,” tambah Buchanan.

Secara umum, pekan ini fokus utama pelaku pasar adalah rilis data inflasi AS yang bakal dirilis pada Rabu malam waktu Indonesia (12/4). Ini akan menjadi indikator utama bagaimana The Fed akan mengambil langkah ke depannya.

Untuk diketahui, inflasi AS naik pada Februari 2023. Indeks harga konsumen (CPI) meningkat 0,4% pada Februari, menempatkan tingkat inflasi tahunan sebesar 6%. Laporan tersebut persis sejalan dengan perkiraan Dow Jones.

Tidak termasuk harga makanan dan energi, CPI inti juga naik 0,5% pada Februari dan 5,5% dalam basis 12 bulan. Laporan bulanan tersebut sedikit di atas perkiraan 0,4%, tetapi tingkat tahunan sesuai dengan prediksi.

Bagi The Fed, CPI bulanan yang mengukur harga sekeranjang barang dan jasa, telah menjadi titik data utama dalam keputusannya untuk menaikkan suku bunga selama setahun terakhir. Sejak Maret tahun lalu, suku bunga naik dari nol menjadi 4,5% menjadi 4,75%, level tertinggi sejak 2007.

Kick off musim laporan keuangan kuartal I 2023 akan dimulai di AS, dengan nama-nama seperti Delta Airlines, dan raksasa perbankan JPMorgan Chase, Citigroup hingga Wells Fargo. Nama-nama ini akan ikut mempengaruhi suasana Wall Street pekan ini.

Sektor perbankan, yang menjadi sorotan akibat kolapsnya Silicon Valley Bank (SVB) dkk, juga bakal menjadi perhatian utama investor seiring apakah para bos bank akan menahan pertumbuhan kredit ke depan yang berpotensi menggerus profit.

Menurut estimasi analis dari Refinitiv I/B/E/S, sebagaimana dikutip Reuters, Senin (10/4), mayoritas bank Wall Street kemungkinan akan melaporkan laba kuartalan yang lebih rendah, dampak krisis perbankan dan perlambatan ekonomi.

Analyst Refinitiv menyebut, laba per saham (EPS) enam bank terbesar AS diramal akan turun 10% dibandingkan tahun sebelumnya.

Selain soal data inflasi, data perubahan stok minyak dan bensin AS yang dirilis EIA hingga laporan kebijakan moneter BoC Kanada akan turut mewarnai pergerakan pasar hari ini.

Dari dalam negeri, rilis penjualan ritel tahunan per Februari juga akan ikut menjadi sentimen untuk pasar keuangan domestik. Ekonom yang dihimpun Tradingeconomics memperkirakan, penjualan ritel akan turun 0,8%, usai turun 0,6% YoY pada Januari lalu.

Padahal, pada Desember 2022, penjualan ritel RI tumbuh positif 0,7%. Pertumbuhan negatif penjualan ritel RI pada Januari menjadi yang pertama sejak September 2021, di tengah lemahnya konsumsi akibat biaya pinjaman yang tinggi.

Menambah ‘kesibukan’ investor di pekan ini, Dana Moneter Internasional (IMF), dikutip dari CNBC International, Selasa (11/4), memangkas outlook pertumbuhan ekonomi global 2023 seiring kenaikan suku bunga ‘mendinginkan’ aktivitas ekonomi.

Dalam laporan World Economic Outlook (WEO) teranyarnya, IMF memperingatkan gejolak sistem keuangan yang parah dapat memangkas produksi ke tingkat yang mendekati resesi.

Ke depan, jelas ekonom IMF, risiko terhadap pertumbuhan ekonomi terus menghantui, merujuk pada krisis sistem perbankan, Silicon Valley Bank (SVB) di AS dan ‘kawin paksa’ Credit Suisse dan rival UBS Group di Swiss, pada Maret lalu.

“Dengan peningkatan volatilitas pasar keuangan baru-baru ini, kabut seputar prospek ekonomi dunia telah menebal,” kata IMF di tengah pertemuan musim semi minggu dengan Bank Dunia pekan ini di Washington, AS.

Dalam laporan teranyarnya, IMF memperkirakan pertumbuhan PDB riil global sebesar 2,8% untuk 2023 dan 3,0% untuk 2024.

Angka tersebut turun tajam dari pertumbuhan 3,4% pada 2022 di tengah kebijakan moneter yang lebih ketat saat ini.

“‘Hard landing’ – terutama untuk ekonomi maju – telah menjadi risiko yang jauh lebih besar. Pembuat kebijakan mungkin menghadapi trade-off yang sulit untuk menurunkan inflasi dan mempertahankan pertumbuhan sambil menjaga stabilitas keuangan,” jelas IMF.

Sementara, prakiraan pertumbuhan ekonomi selama 2023 dan 2024 diturunkan sebesar 0,1 poin persentase dari perkiraan yang dikeluarkan sebelumnya pada Januari.

IMF juga memperkirakan pertumbuhan global sebesar 3% pada 2028. Ini menjadi prospek pertumbuhan lima tahun terendah sejak WEO pertama kali diterbitkan pada tahun 1990.

Lebih lanjut, proyeksi IMF untuk ekonomi AS sedikit membaik, dengan pertumbuhan 2023 sebesar 1,6% dibandingkan perkiraan 1,4% pada Januari lalu di tengah pasar tenaga kerja yang tetap kuat

Namun, IMF memangkas proyeksi beberapa ekonomi utama, seperti Jerman yang diperkirakan akan terkontraksi 0,1% pada 2023 dan Jepang, yang sekarang diperkirakan akan tumbuh 1,3% tahun ini, lebih rendah dibandingkan perkiraan 1,8% pada Januari lalu.

IMF juga menaikkan perkiraan inflasi inti 2023 menjadi 5,1%, dari prediksi 4,5% pada Januari, lantaran inflasi disebut belum mencapai puncaknya di banyak negara meskipun harga energi dan pangan sudah mulai turun.

Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:

  •          Penjualan ritel RI per Februari (11.00 WIB)
  •          Inflasi AS per Maret (19.30 WIB)
  •          Laporan kebijakan moneter BoC Kanada (21.00 WIB)
  •          Perubahan stok minyak dan bensin EIA AS (21.30 WIB

Agenda emiten hari ini:

  •          Cum dividen AALI
  •          Cum dividen ASGR
  •          RUPST BJTM
  •          RUPST BTPS
  •          RUPST KEJU
  •          RUPST MDKA
  •          RUPST MKTR
  •          RUPST PTPP
  •          Listing NCKL
  •          RUPST & RUPSLB TMAS
  •          RUPST UNTR

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*